Minggu, 13 Mei 2012

DESINFEKTAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR DESINFEKTAN

PENGERTIAN DESINFEKTAN
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Signaterdadie, 2009).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus-X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol.
Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan bakteri masih dapat tumbuh.
Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit. (Signaterdadie, 2009).

PENGGUNAAN DESINFEKTAN
Desinfektan sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di rumah sakit dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Perlu diperhatikan bahwa desinfektan harus digunakan secara tepat (Imbang, 2009).
a. Desinfektan tingkat rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan :

1. Golongan pertama
Desinfektan yang tidak membunuh virus HIV dan Hepatitis B.
Klorhexidine (Hibitane, Savlon).
Cetrimide (Cetavlon, Savlon).
Fenol-fenol (Dettol).

Desinfektan golongan ini tidak aman untuk digunakan :
Membersihkan cairan tubuh (darah, feses, urin dan dahak).
Membersihkan peralatan yang terkena cairan tubuh misalnya sarung tangan yang terkena darah.
Klorheksidine dan cetrimide dapat digunakan sebagai desinfekan kulit
fenol-fenol dapat digunakan untuk membersihkan lantai dan perabot seperti meja dan almari namun penggunaan air dan sabun sudah dianggap memadai.

2. Golongan kedua
Desinfektan yang membunuh Virus HIV dan Hepatistis B.
a). Desinfektan yang melepaskan klorin.
Contoh : Natrium hipoklorit (pemutih, eau de javel), Kloramin (Natrium tosilkloramid, Kloramin T) Natrium Dikloro isosianurat (NaDDC), Kalsium hipoklorit (soda terklorinasi, bubuk pemutih)

b). Desinfektan yang melepaskan Iodine misalnya : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
Alkohol : Isopropil alkohol, spiritus termetilasi, etanol.
Aldehid : formaldehid (formalin), glutaraldehid (cidex).
Golongan lain misalnya : Virkon dan H2O2. (Imbang, 2009)

PERBEDAAN STERILISASI DAN DESINFEKSI

a. Sterilisasi
Semua mikroba termasuk spora bakteri akan terbunuh.
Dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan uap (autoklav) atau dengan panas kering.
Dapat juga dilakukan dengan penjenuhan dengan glutaraldehid atau formaldehid selama 10 jam.

b. Desinfeksi tingkat tinggi
Semua mikroba, sebagian dari spora bakteri terbunuh.
Dapat dilakukan dengan pendidihan selama 20 menit atau dengan penjenuhan dengan jumlah besar disinfektan selama 30 menit misalnya dengan mengunakan glutaraldehid atau H2O2

c. Desinfeksi tingkat rendah
Akan menghilangkan jumlah mikroba sehingga peralatan atau permukaan badan aman untuk dipegang. Desinfeksi ini dapat dilakukan dengan beberapa macam disinfektan(Signaterdadie, 2009)

DISINFEKSI DAN ANTISEPTIK
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan dalam membunuh mikroorganisme patogen. Disenfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Disinfectant dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi. (Signaterdadie, 2009)

ANTISEPTIK
Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik. Berikut antiseptik yang umumnya digunakan :
Alkohol 60-90% (etil, atau isopropil, atau ”methylated spirit”).
Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane).
Klorheksidin glukomat dan setrimide, dalam berbagai konsetrasi (Savlon).
Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur).
Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne).
Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi (Dettol).
Triklosan 0,2-2% . (Syaifudin, 2005).
Dalam pemilihan suatu antiseptik, perlu diperhatikan karakteristik yang diinginkan (misalnya absorpsi dan daya tahan), keamanan, efektivitas, ketersediaan, penerimaan oleh staf dan yang terpenting biayanya (Boyce dan Pitter 2002; Larson 1995; Rutala 1996). Larutan antiseptik yang dianjurkan, aktivitas mikrobiologinya dan potensi penggunaannya. (sistem gradasi yang digunakan pada kolom adalah sangat baik, baik, cukup dan tidak) (Syaifudin, 2005).

Tabel 2.1 Aktivitas mirkobiologis dan kegunaan potensial

AKTIVITAS MELAWAN BAKTERI (AKTIVITAS MIKROBIOLOGIS)

Kelompok: Alkohol (60-90% etil atau isopropil)
Gram-positif: Sangat Baik
Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
TB: Sangat Baik
Virus: Sangat Baik
Jamur: Sangat Baik
Endospora: Nihil
Tindakan kecepatan relatif: Cepat

Kelompok: Klorheksidin (2-4%) (Hibitane, Hibiscrub).
Gram-positif: Sangat Baik
Gram-negatif terbanyak: Baik
TB: Sedang
Virus: Sangat Baik
Jamur: Sedang
Endospora: Nihil
Tindakan kecepatan relatif: Sedikit

Kelompok: Pemberian Iodin (3%)
Gram-positif: Sangat Baik
Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
TB: Sangat Baik
Virus: Sangat Baik
Jamur: Baik
Endospora: Sedang
Tindakan kecepatan relatif: Ditandai

Kelompok: Iodofor (7,5-10%) (betadine)
Gram-positif: Sangat Baik
Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
TB: Sedang
Virus: Baik
Jamur: Baik
Endospora: Nihil
Tindakan kecepatan relatif: Sedang

Kelompok: Para-kloro Metaksilenol (PCMX) (0,5-4%)
Gram-positif: Baik
Gram-negatif terbanyak: Sangat Baik
TB: Sedang
Virus: Baik
Jamur: Tidak diketahui
Endospora: Tidak diketahui
Tindakan kecepatan relatif: Lambat

Kelompok: Triklosan (0,2-2%)
Gram-positif: Sangat Baik
Gram-negatif terbanyak: Baik
TB: Sedang
Virus: Sangat Baik
Jamur: Nihil
Endospora: Tidak diketahui
Tindakan kecepatan relatif: Minim

KEGUNAAN POTENSIAL
Kelompok: Alkohol (60-90% etil atau isopropil)
Terinfeksi bahan organik: Cukup
Basuh operasi: Ya
Persiapan kulit : Ya
Keterangan: Tidak digunakan pada selaput lendir. Tidak baik untuk pembersihan kulit, tidak tertahan lama.

Kelompok: Klorheksidin (2-4%) (Hibitane, Hibiscrub).
Terinfeksi bahan organik: Sedikit
Basuh operasi: Ya
Persiapan kulit : Ya
Keterangan: Punya daya tahan yang bagus beracun untuk mata dan telinga.

Kelompok: Pemberian Iodin (3%)
Terinfeksi bahan organik: Ditandai
Basuh operasi: Tidak
Persiapan kulit : Ya
Keterangan: Tidak digunakan pada selaput lendir. Bisa membakar kulit, hilang setelah beberapa menit.

Kelompok: Iodofor (7,5-10%) (betadine)
Terinfeksi bahan organik: Cukup
Basuh operasi: Ya
Persiapan kulit : Ya
Keterangan: Bisa digunakan pada selaput lendir.

Kelompok: Para-kloro Metaksilenol (PCMX) (0,5-4%)
Terinfeksi bahan organik: Minim
Basuh operasi: Tidak
Persiapan kulit : Ya
Keterangan: Menembus pada kulit, jangan digunakan pada bayi baru lahir.

Kelompok: Triklosan (0,2-2%)
Terinfeksi bahan organik: Minim
Basuh operasi: Ya
Persiapan kulit : Tidak
Keterangan: Penerimaan pada tangan bervariasi.
Sumber data : Diadaptasi dari Boyce dan Pittet 2002, Olmted 1996.


Keuntungan dan kerugian antiseptik, sebagai berikut :

a. Alkohol
Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan mudah diperoleh serta murah. Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit. Juga efektif terhadap virus hepatitis dan HIV, jangan dipakai untuk selaput lendir (misalnya di vagina), karena alkohol mengeringkan dan mengiritasi selaput lendir dan kemudian merangsang pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi, lebih murah dari yang konsentrasi lebih tinggi. Karena pengeringan pada kulit kurang, etil alkohol lebih sering digunakan pada kulit.
1. Keuntungan :
Cepat membunuh jamur dan bakteri termasuk mikrobakteri; isopropil alkohol membunuh sebagian besar virus, termasuk HBV dan HIV; etil alkohol membunuh semua jenis virus.
Walaupun alkohol tidak mempunyai efek membunuh yang persisten, pengurangan cepat mikroorganisme di kulit, melindungi organisme tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan selama beberapa jam.
Relatif murah dan tersedia di mana-mana.

2. Kerugian :
Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah pengeringan kulit.
Mudah pengeringan kulit.
Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
Mudah terbakar sehingga perlu disimpan di tempat dingin atau berventilasi baik.
Merusak karet atau lateks.
Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih. (Syaifudin, 2005)

b. Klorheksidin Glukonat (CHG)
Klorheksidin glukonat adalah antiseptik yang sangat baik. Ia tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian dan aman bahkan untuk bayi dan anak. Karena klorheksidin glukonat diinaktivasi oleh sabun, aktivitas residualnya bergantung pada konsentrasinya. Konsentrasi 2-4% merupakan yang dianjurkan. Formulasi baru 2% dalam air dan 1% klorheksidin tanpa air, dicampur alkohol juga efektif.

1. Keuntungan :
Antimikrobial spektrum luas.
Secara kimiawi aktif paling sedikit 6 jam.
Perlindungan kimiawi (jumlah mikroorganisme terhalang) meningkat dengan penggunaan ulang.
Pengaruh material organik minimal.
Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan alkohol.

2. Kerugian :
Mahal dan tidak selalu tersedia.
Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.
Hindari kontak dengan mata, karena dapat mengakibatkan konjungtivitas. (Syaifudin, 2005)

c. Larutan Yodium dan Iodofor
Larutan yodium 3% sangat efektif dan tersedia dalam bentuk cair (lugol) dan tinktur (yodium dalam alkohol 70%). Iodofor 7,5-10% adalah larutan yodium dicampur dengan polivinil pirolidon (providon) yang mengeluarkan yodium jumlah kecil. PVI adalah iodofor yang umum dan tersedia di mana-mana.
Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin berisi 1% iodin, menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%) (Anderson, 1989). Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas. Ia membunuh bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur. Namun, ia memerlukan waktu 2 menit untuk mengeluarkan yodium bebas yang merupakan bahan kimiawi aktif. Sejak mengeluarkan yodium bebas, ia mempunyai efek membunuh yang cepat. Akhirnya, iodofor umumnya nontaksik dan non-iritaif pada kulit dan selaput lendir, kecuali jika pasiennya alergi terhadap yodium.
1. Keuntungan
Efek antimokrobial spektrum luas.
Preparat yodium cair murah, efektif, dan tersedia di mana-mana.
Tidak mengiritasi kulit atau selaput lendir, dan ideal untuk pembersihan vaginal.
Larutan 3% tidak menodai kulit.

2. Kerugian :
Efek antimikrobial lambat atau perlahan.
Iodofor mempunyai efek residual yang kecil.
Cepat diinaktivasi oleh material organik seperti darah atau dahak.
Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).
Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu batasi pemakaiannya (Newman 1989).
Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek riwayat alergi. (Syaifudin, 2005)

d.Kloroheksilenol
Kloroheksilenol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) adalah devisi halogen dari silenol yang luas tersedia dalam konsentrasi 0,5-4%. Kloroheksilenol memecahkan mikroorganisme dengan memecah dinding sel. Hal ini merupakan penghapus kuman yang beraktivitas rendah (Fevero, 1985) dibandingkan dengan alkohol, yodium, iodofor dan kurang efektif dalam menurunkan flora kulit daripada CHG atau iodofor (Sheen dan Stiles, 1982). Karena ia menembus kulit, dapat beracun jika dioleskan pada beberapa bagian dari tubuh, dan tidak boleh digunakan pada bayi. Meskipun, produk komersil dengan kloroheksilenol dengan konsentrasi di atas 4% tidak boleh digunakan.

1. Keuntungan :
Aktivitas bersepektrum luas.
Hanya sedikit efeknya terhadap materi organik.
Efek residu tahan sampai beberapa jam.
Minimal efek oleh bahan organik.

2.Kerugian :
Diinaktivasi oleh sabun (surfaktan nonionik), penggunaan untuk persiapan kulit berkurang.
Tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir, karena dapat menyerap dengan cepat dan potensial meracuni. (Syaifudin, 2005)

e. Triklosan
Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun sebagai antimikrobial. Konsentrasi 0,2-2,0% mempunyai aktivitas antimikrobial sedang terhadap koki gram positif, mikobakteria dan jamur, tapi tidak terhadap baksil gram negatif, khususnya P aeruginosa (Larson 1995). Meskipun perhatian ditujukan pada resistensi terhadap bahan ini bisa berkembang lebih siap dari bahan antiseptik lain, resistensi pada flora kulit tidak ditemukan penelitian klinis sampai saat ini.

1. Keuntungan :
Aktivitas berspektrum luas.
Persistensi sangat bagus.
Sedikit efeknya oleh bahan organik.

2. Kerugian :
Tidak ada efeknya terhadap P aeruginosa atau baksil gram negatif lain.
Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan). (Syaifudin, 2005)

EFEKTIFITAS DISINFEKTAN
Efektifitas disinfektan antiseptik berdasarkan keuntungan, kerugian dan hasil tabel 2.1 aktivitas mikrobiologi dan kegunaan potensial yang telah diuraikan di atas.
a. Alkohol

1. Efektif
Kecepatan membunuh bakteri 10-15 menit (Imbang Dwi, 2009).
Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit, virus hepatitis dan HIV.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi.

2. Tidak efektif
Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah pengeringan kulit.
Mudah pengeringan kulit.
Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih.

b.Savlon (klorheksidin glukonat)

1.Efektif
Kecepatan membunuh bakteri 20-30 menit (Imbang Dwi, 2009).
Klorheksidin glukonat tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian.
Aman untuk bayi dan anak.

2. Tidak efektif
Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.

e). Betadine (yodium dan iodofor)

1. Efektif
Kecepatan membunuh bakteri 10-20 menit (Imbang Dwi, 2009).
Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin berisi 1% iodin, menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%) (Anderson, 1989).
Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas.
Membunuh bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur.

2. Tidak efektif
Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu batasi pemakaiannya (Newman 1989).
Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek riwayat alergi.
Maka perpaduan antiseptik antara alkohol-betadine dengan savlon-betadine lebih efektif alkohol-betadine karena kedua antiseptik salvon dan betadine masih ada keterkaitan dengan alkohol, misalnya :
Pada keuntungan salvon: Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan alkohol.
Pada kerugian betadine: Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).

Sedangkan pada segi kecepatan membunuh bakteri :
a. Alkohol-Betadine
Pada tabel 2.1 aktifitas mikrobiologis dan kegunaan potensial pada kolom aktifitas melawan bakteri di sub kolom tindakan kecepatan relatif tergolong cepat (alkohol) dan sedang (betadine).

b.Salvon-Betadine
Pada tabel 2.1 aktifitas mikrobiologis dan kegunaan potensial pada kolom aktifitas melawan bakteri di sub kolom tindakan kecepatan relatif tergolong sedang (salvon) dan sedang (betadine).
Dari segi kecepatan membunuh bakteri dapat disimpulkan bahwa antiseptik alkohol-betadine lebih cepat daripada salvon-betadine.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.
Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online), (http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)
Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online), (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online), (http://www.nunung.himapid.blogspotcom/2009/08/01/seputar-sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)
Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.
Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.
Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penyembuhan-luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)
Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online), (http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.com/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal, 25-09-2010, jam 15.10 WIB)
Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)
Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online), (http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)



Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 07:43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar